MUARA ENIM - Indria Afriani (26) terlihat tegar
dan tabah saat menceritakan kenangan bersama suaminya Serka Santoso
(31) anggota Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, Solo, yang tewas
setelah dikeroyok sejumlah orang di Kafe Hugo’s, Sleman Yogyakarta,
Selasa (19/3/2013) dini hari.
Menurut Indria, Suaminya merupakan
sosok yang ramah, baik dan murah senyum di mata keluarga dan
teman-temannya. "Suami saya orangnya penuh senyum, senang bercanda dan
tidak pernah marah," ujar Indria saat ditemui di kediamannya di Desa
Karang Agung, kecamatan Abab, usai memakamkan suaminya, Rabu
(20/3/2013).
Menurut Indria, ia tidak mempunyai firasat saat
suaminya akan meninggal. Hanya saja selama sebulan ini dirinya selalu
menangis ketika mendengarkan suara suaminya ketika menelepon dirinya.
"Tidak ada firasat sama sekali ketika suami saya akan meninggal. Akan
tetapi selama sebulan ini saya terus menangis ketika mendengar suaranya
ketika ia menelepon," tuturnya.
Indria menuturkan bahwa pesan
terakhir suaminya adalah untuk menyisipkan namanya untuk anak mereka
yang akan lahir sebentar lagi. "Pesan terakhir dirinya sebelum meninggal
adalah untuk menyisipkan namanya untuk anak kita," ungkap wanita yang
sedang hamil enam bulan ini.
Selain itu, Santoso juga pernah
mengungkapkan keinginannya untuk dapat membangunkan rumah dan mengurus
ibunya Hj Amisah (75). Santoso juga ingin mengajak ibunya untuk tinggal
bersama di Solo agar bisa dirawat. "Paling tidak dia pernah serumahlah
dengan Mak, karena selama ini berjauhan," jelasnya.
Saat
suaminya pulang pada tanggal 5 Maret, ia pernah berpesan untuk tidak
mencuci kaus dalamnya. Karena jika Indria kangen kepada dirinya, bisa
mencium kaus tersebut. "Sampai sekarang kaus tersebut masih belum saya
cuci, karena bisa untuk melepaskan kerinduan terhadap suami saya,"
ungkapnya.
Selama sembilan bulan menikah, lanjut Indria, dirinya
merasa sangat bahagia bersama Santoso, meskipun harus berjauhan dengan
suaminya karena bertugas di Solo. "Biasanya saya yang ke tempat suami di
Solo," tuturnya.
Jika dirinya ke Solo, mengunjungi suaminya,
Indria mengatakan bahwa mereka selalu mesra. Seperti makan selalu
sepiring berdua dan suaminya sering masak untuk mereka berdua. "Malah
lebih sering suami saya yang masak daripada dirinya. Apalagi jika saya
malas minum susu dia selalu membuatkan susu untuk saya," paparnya.
Ketika mendapatkan kabar bahwa suaminya telah meninggal Indria mengaku menangis dan langsung memeluk ibunya.
Begitu
pula dengan Hj Jamilah, mertua Santoso yang mengaku sangat sedih
kehilangan menantunya. "Santoso merupakan menantu yang baik, ramah dan
murah senyum. Tidak ada cela sama sekali dari dirinya," ucap Jamilah.
Selain
itu, mereka juga meminta agar kasus kematian Santoso agar dapat
diselesaikan dengan tuntas oleh petugas kepolisian. Karena sebenarnya
Santoso tidak salah apa-apa.
Sementara itu, Kasi intelejen
Batalyon 22 Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan Kartasura Solo, Kapten
Wahyu Yuniartoto mengungkapkan bahwa Santoso adalah pribadi yang
komunikatif, memiliki semangat juang, mudah bergaul dan suka sharing.
"Orangnya juga humanis, kreatif dan dalam melaksanakan tugas tidak
pernah cacat," tambah Wahyu.
Jenazah Santoso sendiri telah
dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Karang Agung, Rabu
(20/3/2013). Jenazah disemayankan secara militer oleh Yonif Yon Zipur
Prabumulih dan dipimpin oleh Kasdim 0404 Muaraenim, Mayor Sutomo.
(tribun sumsel)
No comments:
Post a Comment