Saturday, March 23, 2013

Sertu Santoso Tinggalkan Istri yang Mengandung Enam Bulan

MUARA ENIM - Indria Afriani (26) terlihat tegar dan tabah saat menceritakan kenangan bersama suaminya Serka Santoso (31) anggota Kopassus Kandang Menjangan, Kartasura, Solo, yang tewas setelah dikeroyok sejumlah orang di Kafe Hugo’s, Sleman Yogyakarta, Selasa (19/3/2013) dini hari.

Menurut Indria, Suaminya merupakan sosok yang ramah, baik dan murah senyum di mata keluarga dan teman-temannya. "Suami saya orangnya penuh senyum, senang bercanda dan tidak pernah marah," ujar Indria saat ditemui di kediamannya di Desa Karang Agung, kecamatan Abab, usai memakamkan suaminya, Rabu (20/3/2013).

Menurut Indria, ia tidak mempunyai firasat saat suaminya akan meninggal. Hanya saja selama sebulan ini dirinya selalu menangis ketika mendengarkan suara suaminya ketika menelepon dirinya. "Tidak ada firasat sama sekali ketika suami saya akan meninggal. Akan tetapi selama sebulan ini saya terus menangis ketika mendengar suaranya ketika ia menelepon," tuturnya.

Indria menuturkan bahwa pesan terakhir suaminya adalah untuk menyisipkan namanya untuk anak mereka yang akan lahir sebentar lagi. "Pesan terakhir dirinya sebelum meninggal adalah untuk menyisipkan namanya untuk anak kita," ungkap wanita yang sedang hamil enam bulan ini.

Selain itu, Santoso juga pernah mengungkapkan keinginannya untuk dapat membangunkan rumah dan mengurus ibunya Hj Amisah (75). Santoso juga ingin mengajak ibunya untuk tinggal bersama di Solo agar bisa dirawat. "Paling tidak dia pernah serumahlah dengan Mak, karena selama ini berjauhan," jelasnya.

Saat suaminya pulang pada tanggal 5 Maret, ia pernah berpesan untuk tidak mencuci kaus dalamnya. Karena jika Indria kangen kepada dirinya, bisa mencium kaus tersebut. "Sampai sekarang kaus tersebut masih belum saya cuci, karena bisa untuk melepaskan kerinduan terhadap suami saya," ungkapnya.

Selama sembilan bulan menikah, lanjut Indria, dirinya merasa sangat bahagia bersama Santoso, meskipun harus berjauhan dengan suaminya karena bertugas di Solo. "Biasanya saya yang ke tempat suami di Solo," tuturnya.

Jika dirinya ke Solo, mengunjungi suaminya, Indria mengatakan bahwa mereka selalu mesra. Seperti makan selalu sepiring berdua dan suaminya sering masak untuk mereka berdua. "Malah lebih sering suami saya yang masak daripada dirinya. Apalagi jika saya malas minum susu dia selalu membuatkan susu untuk saya," paparnya.

Ketika mendapatkan kabar bahwa suaminya telah meninggal Indria mengaku menangis dan langsung memeluk ibunya.

Begitu pula dengan Hj Jamilah, mertua Santoso yang mengaku sangat sedih kehilangan menantunya. "Santoso merupakan menantu yang baik, ramah dan murah senyum. Tidak ada cela sama sekali dari dirinya," ucap Jamilah.

Selain itu, mereka juga meminta agar kasus kematian Santoso agar dapat diselesaikan dengan tuntas oleh petugas kepolisian. Karena sebenarnya Santoso tidak salah apa-apa.

Sementara itu, Kasi intelejen Batalyon 22 Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan Kartasura Solo, Kapten Wahyu Yuniartoto mengungkapkan bahwa Santoso adalah pribadi yang komunikatif, memiliki semangat juang, mudah bergaul dan suka sharing. "Orangnya juga humanis, kreatif dan dalam melaksanakan tugas tidak pernah cacat," tambah Wahyu.

Jenazah Santoso sendiri telah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Karang Agung, Rabu (20/3/2013). Jenazah disemayankan secara militer oleh Yonif Yon Zipur Prabumulih dan dipimpin oleh Kasdim 0404 Muaraenim, Mayor Sutomo.
(tribun sumsel)

No comments:

Post a Comment